Makalah

Kamis, 29 November 2018

Sanad matan rawi dan thabaqat hadis



SANAD,  MATAN , RAWI DAN THABAQAT
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Ulumul Hadits


Disusun oleh : Kelompok I
Agung Aji Saputra
: 210313045
Ahmad Abu Mas’ud
: 210313048
Alfi Nur Rohmah
 : 210313066

Dosen Pengampu :
Muhammad Fathurahman, M. Pd. I


JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)  PONOROGO
2014


PENDAHULUAN



A.      Latar Belakang
Ilmu hadits merupakan disiplin ilmu yang sangat penting, karena tanpa ilmu hadits akan mustahil hadits bisa dipelajari dan dikaji dengan benar sesuai dengan metodeloginya. Dari fungsinya terhadap hadits, dapat diibaratkan bagaikan ilmu tafsir terhadap al-Qur’an. Pemahaman al-Qur’an tanpa menggunakan ilmu tafsir akan sulit untuk dilakukan. Demikian juga ilmu hadits terhadap hadits.
Sebagaimana diketahui, banyak istilah untuk menyebut nama-nama hadits sesuai fungsinya dalam menetapkan syari’at islam. Diantara  hadits adalah yang pertama yaitu berkaitan dengan sanad, apakah sanad itu muttasil kepada nabi, dan apakah sanad perawinya dapat dipercaya. Yang kedua berkaitan dengan matan yaitu apakah informasi yang terkandung didalamnya berasal dari Nabi atau tidak, dan yang ketiga yaitu berkaitan dengan thabaqah.
Dari uraian diatas penulis sangat tertarik untuk membahas tentang permasalahan mengenai sanad, matan dan thabaqah, yang mana taraf kepastian atau taraf dugaan benar palsunya suatu hadits dapat diketahui.
B.     Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian sanad?
2.    Apa pengertian matan?
3.    Apa yang dimaksud dengan rawi?
4.    Apa yang dimaksud dengan thabaqah?




PEMBAHASAN

A.    Pengertian Sanad
        Sanad menurut lughah ialah sesuatu yang kita bersandar kepadanya, baik tembok atau selainnya sedangkan menurut istilah sanad ialah:
طر يق متن الحد يث 
jalan yang menyampaikan kita kepada matan hadits”
        Ringkasnya sanad hadits ialah yang disebut sebelum matan hadits sedangkan isnad secara lughah ialah menyandarkan sesuatu kepada yang lain. Sedangkan menurut istilah adalah:
رفع الحديث الى قائله اوناقله 
mengangkat hadits kepada yang mengatakannya atau yang menukilkannya”.[1]
Sedangkan sanad secara termologi adalah sebagai berikut:
السند هو سلسلة الرواة الذين نقلوا الحديث واحدا عن الاخر حتى يبلغوا الى قائله
sanad adalah rangkaian mata rantai para rawi yang meriwayatkan hadits dari yang satu kepada yang lain hiungga sampai kepada sumbernya”

        Dengan demikian, sanad adalah rantai penutur, mulai orang yang mencatat hadits tersebut dalam kitabnya hingga rasulullah SAW. Sanad memberikan gambaran keaslian suatu riwayat. Contohnya adalah hadits:
حدثنا الحميدي عبد الله ابن زبيري قال : حدثنا سفيان قال حدثنا يحيى بن سعيد الانصاري قال اخبرني محمد بن ابراهيم التمي انه سمع علقمة بن وقاص الليثي يقول سمعت عمر بن الخطاب على المنبر قال سمعت رسول الله صلى اله عليه وسلم يقول:
Artinya: “telah meriwayatkan kepada kami Al-humaidi abdullah bin az-Zubair, katanya, ‘telah meriwayatkan kepada kami sofyan, katanya, ‘telah meriwayatkan kepada kami yahya bin said al-Asyhari, katanya, ‘telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Ibrahim at-Tami, sesungguhnya ia mendengar bahwa Aqamah bin Waqas al-Laits berkata telah mendengar dari Umar bin Khatab ra, aku telah mendengar bahwa rasulullah bersabda...
        Dari contoh hadits tersebut, sanad hadits bersangkutan adalah al-Bukhari → al-Humaidi Abdullah bi al-Zubair → Sofyan Yahya bin Said al-Ansori Muhammad bin ibrahim at-Tamiy Aqamah bin waqas al-Laits Umar bin khatab ra. Rasulullah SAW.
        Ini berarti bahwa kedudukan sanad yang akhir adalah Umar bin Khatab, sedangkan yang awal adalah al-Bukhari.[2]

B.     Pengertian Matan
        Matan menurut lughoh ialah jalan tengah,punggung bumi atau bumi yang keras dan tinggi. Sedangkan menuryut istilah, matan hadis ialah pembicaraan  (kalam) atau materi berita yang dioper oleh sanad yang terakhir. Baik pembicaraan itu sabda rasul, sahabat atau tabi’in.[3]
        Adapun didalam kitab usul hadis karya Muhammad ujaj Al-Khotib dijelaskan bahwa matan secara bahasa ialah:
المتن من كل شئ ما صلب ظهره
Sedangkan al-matn yaitu bentuk mufrad dari lafadz mutunun dan mitaanun. Dan menurut istilah sanad ialah:
هوالفاظ الحديث التى تتقوم بها معانيه
lafaadz-lafadz hadits yang dapat menguatkan maknanya hadits”[4]
      Sedangkan yang dimaksud matan dalam ilmu hadits ialah perkataan yang disebut pada akhir sanad, yakni sabda Nabi SAW, yang disebut sesudah sanad. Dengan kata lain matan adalah redaksi dalam hadits. Contohnya yaitu:
انماالاعمال بالنيات وانمالكل امرء مانوى
sesungguhnya setiap amal perbuatan itu sah hanya tergantung pada niat, dan sesungguhnya bagi setiap orang hanya memperoleh apa yang diniatkan”.
      Terkait dengan matan atau redaksi, yaiyu perlu dicermati dalam memahami hadits ialah:
1.    Ujung sanad sebagai sumber redaksi, apakah berujung kepada nabi muhammad atau tidak.
2.    Matan hadits itu sendiri dalam hubungannya dengan hadits lain yang lebih kuat sanadnya (apakah ada yang melemahkan atau menguatkan) dan selanjutnya dengan ayat dalam al-Qur’an (apakah ada yang bertolak belakang).[5]

C.    Pengertian Rowi
      Rawi adalah orang yang menyampaikan atau menuliskan dalam suatu kitab, apa yang pernah didengar dan ditrima dari seorang guru, bentuk jamak dari lafad rawi ialah ruwah dan perbuatan menyampaikan hadis tersebut dinamakan merawi (meriwayatkan hadis). Sebuah hadis sampai kepada kita dalam bentuknya yang sudah terbukukan dalam kitab-kitab hadist, melalui beberapa rowi dan sanad. Adapun rowi terakhir dalam shohih Bukhori atau dalam shohih Muslim adalah imam Bukhari atau Imam Muslim. Seorang penyusun atau pengarang, bila hendak menguatkan suatu hadis yang takhrijkan dari suatu kitab hadist, pada umumnya membubuhkan nama rowi (terakhirnya) pada akhir matan haditsnya, misalnya:
عن ام المؤمنين عائشة رضي الله عنها قالت: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم من احدث في امرنا هذا ماليس منه فهورد  (متفق عليه)
warta dari ummul mu’minin, Aisyah ra. Ujarnya: Rasulullah telah bersabda barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu yang bukan dalam urusan (agama ku)maka ia tertolak.
      Ini berarti bahwa rawi yang terakhir bagi kita adalah bukhari dan muslim.kendati pun jarak kita dengan beliau-beliau sangat jauh dan kita tidak segenerasi dan tidak pernah bertemu, namun demikian kita dapat menguji kitab beliau, yang hal ini merupakan sanad yang kuat bagi kita bersama.[6]

D.    Pengertian Thabaqah
      Dalam bahasa thabaqah diartikan yaitu kaum yang serupa atau sebaya. Sedangkan menurut istilah adalah suatu kaum yang saling berdekatan usianya maupun sanadnya atau berdekatan sanadnya saja.
Yang dimaksud dengan berdekatan sanadnya adalah apabila guru-guru mereka adalah guru-guru juga bagi yang lainnya, atau di antara guru-guru tersebut saling berdekatan.
      Dalam pengertian lain thabaqah secara bahasa yaitu hal-hal, martabat-martabat, atau derajat-derajat. Seperti halnya tarikh, thabaqah juga adalah bagian dari disiplin ilmu hadits yang berkenaan dengan keadaan perawi hadits. Namun keadaan yang dimaksud dalam ilmu thabaqah adalah keadaan yang berupa persamaan para perawi dalam sebuah urusan. Adapun urusan yang dimaksud antara lain:
1.    Bersamaan hidup dalam satu masa
2.    Bersamaan tentang umur
3.    Bersamaan tentang menerima hadits dari syaikh-syaikhnya
4.    Bersamaan tentang bertemu dengan syaikh-syaikhnya[7]
       Adapun thabaqat-thabaqat dalam ilmu hadits antara lain adalah sebagai berikut:[8]
a.      Thabaqat Pertama (Shahabat)
       Thabaqat pertama adalah kalangan shahabat, dengan perbedaan kualitas di antara mereka. Nama-nama shahabat yang banyak meriwayatkan hadits atau yang paling masyhur di antaranya adalah:
1.      Abu Bakr ash-Shiddiq (w. 13 H)
2.      ‘Umar ibn al-Khaththab (w. 23 H)
3.      ‘Utsman ibn ‘Affan (w. 35 H)
4.      ‘Ali ibn Abi Thalib (w. 40 H)
b.      Thabaqat Kedua (Kibarut Tabi’in)Thabaqat kedua adalah generasi tabi’in senior. Di antaranya adalah:
1.      al-Aswad ibn Yazid an-Nakha’i (w. 74 H)
2.      Sa’id ibn al-Musayyib (w. 94 H)
3.      Abu Wail al-Kufi (w. 82 H)
c.       Thabaqat Ketiga (Wustho minat Tabi’in)
Thabaqat ketiga adalah generasi pertengahan dari tabi’in. Di antaranya adalah:
1.      Hasan al-Bashri (w. 110 H)
2.      Dzakwan al-Madani (w. 101 H)
3.      Zaid ibn Aslam (w. 136 H)
d.      Thabaqat Keempat (Jullu Riwayatihim ‘an Kibarit Tabi’in)
Thabaqat keempat adalah thabaqat yang banyak meriwayatkan hadits dari kibarut tabi’in. Di antaranya adalah:
1.      Ismail ibn Abi Khalid (w. 146 H)
2.      Tsabit ibn Aslam (w. 127 H)
3.      Sulaiman ibn Tharkhan at-Taimi (w. 143 H)
e.       Thabaqat Kelima (Shughro minat Tabi’in)
Thabaqat kelima adalah generasi tabi’in junior, yaitu yang melihat 1 atau 2 orang shahabat, tapi tidak pernah mendengar riwayat hadits dari mereka. Di antaranya adalah:
1.      Ibrahim an-Nakha’i (w. 96 H)
2.      Ayyub ibn Abi Taimiyyah (w. 131 H)
3.      al-Hakam ibn ‘Utaibah (w. 113 H)
f.       Thabaqat Keenam (‘Aasharul Khamisah)
Thabaqat keenam adalah orang-orang yang hidup sezaman dengan perawi thabaqat kelimat (tabi’in junior), namun tidak pernah bertemu dengan shahabat. Di antaranya adalah:
1.      Jarir ibn Hazim (w. 170 H)
2.      Sa’id ibn Abi ‘Arubah (w. 156 H)
3.      Suhail ibn Abi Shalih (w. 138 H)
g.      Thabaqat Ketujuh (Kibaru Atba’it Tabi’in)
Thabaqat ketujuh generasi seniornya para pengikut tabi’in (atba’ut tabi’in). Di antaranya adalah:
1.      Israil ibn Yunus (w. 160 H)
2.      Zaidah ibn Qudamah (w. 161 H)
3.      Zuhair ibn Mu’awiyah ibn Hudaij (w. 172 H)
h.      Thabaqat Kedelapan (Wustho min Atba’it Tabi’in)
Thabaqat kedelapan adalah generasi pertengahan dari para pengikut tabi’in. Di antaranya adalah:
1.      Ibrahim ibn Sa’d (w. 185 H)
2.      Ibn ‘Ulayyah (w. 193 H)
3.      Isma’il ibn Ja’far (w. 180 H)
i.        Thabaqat Kesembilan (Shughro min Atba’it Tabi’in)
Thabaqat kesembilan adalah generasi junior dari para pengikut tabi’in. Di antaranya adalah:
1.      Adam ibn Abi Iyas (w. 220 H)
2.      Bahz ibn Asad (w. Setelah 200 H)
3.      Hajjaj ibn Muhammad (w. 206 H)
j.        Thabaqat Kesepuluh (Kibarul Akhidzin ‘an Taba’il Atba’)
Thabaqat kesepuluh adalah thabaqat seniornya orang-orang yang mengambil hadits dari taba’ al-atba’, dan mereka tidak bertemu tabi’in. Di antaranya adalah
1.      Ahmad ibn Hanbal (w. 241 H)
2.      Ahmad ibn Mani’ (w. 244 H)
3.      Ibn Rahuyah al-Marwazi (w. 237 H)
k.      Thabaqat Kesebelas (Wustho minal Akhidzin ‘an Taba’il Atba’)
Thabaqat kesebelas adalah thabaqat pertengahan dari orang-orang yang mengambil hadits dari taba’ al-atba’. Di antaranya:
1.      Ishaq ibn Manshur (w. 251 H)
2.      Abu Dawud as-Sijistani (w. 275 H)
3.      Muhammad ibn Isma’il al-Bukhari (w. 256 H)
l.        Thabaqat Kedua Belas (Shigharul Akhidzin ‘an Taba’il Atba’)
Thabaqat kedua belas adalah thabaqat juniornya orang-orang yang mengambil hadits dari taba’ al-atba’, sekaligus thabaqat terakhir dari periwayat hadits menurut al-Hafizh Ibn Hajar. Di antara tokoh yang berada di thabaqat ini adalah:
1.      Ahmad ibn Syu’aib an-Nasai (w. 303 H)
2.      Muhammad ibn ‘Isa at-Tirmidzi (w. 279 H)
3.      Ibn Majah al-Qazwaini (w. 273 H)













PENUTUP
A.    KESIMPULAN

1.    Pengertian Sanad
       Sanad menurut lughah ialah sesuatu yang kita bersandar kepadanya, baik tembok atau selainnya sedangkan menurut istilah sanad ialah jalan yang menyampaikan kita kepada matan hadits. Ringkasnya sanad hadits ialah yang disebut sebelum matan hadits sedangkan isnad secara lughah ialah menyandarkan sesuatu kepada yang lain.
2.    Pengertian Matan
       Matan menurut lughoh ialah jalan tengah,punggung bumi atau bumi yang keras dan tinggi. Sedangkan menurut istilah, matan hadis ialah pembicaraan  (kalam) atau materi berita yang dioper oleh sanad yang terakhir.
3.     Pengertian Rowi
       Rawi adalah orang yang menyampaikan atau menuliskan dalam suatu kitab, apa yang pernah didengar dan diterima dari seorang guru, bentuk jamak dari lafad rawi ialah ruwah dan perbuatan menyampaikan hadis tersebut dinamakan merawi (meriwayatkan hadis).
4.    Pengertian Thabaqah
       Dalam bahasa thabaqah diartikan yaitu kaum yang serupa atau sebaya. Sedangkan menurut istilah adalah suatu kaum yang saling berdekatan usianya maupun sanadnya atau berdekatan sanadnya saja.
       Dalam pengertian lain thabaqah secara bahasa yaitu hal-hal, martabat-martabat, atau derajat-derajat atau keadaan yang berupa persamaan para perawi dalam sebuah urusan. Adapun urusan yang dimaksud antara lain: Bersamaan hidup dalam satu masa, bersamaan tentang umur, bersamaan tentang menerima hadits dari syaikh-syaikhnya, bersamaan tentang bertemu dengan syaikh-syaikhnya.


[1] Khusniani rafi’ah, studi ilmu hadits. (Ponorogo: hadi offset, 2010)hal., 16
[2] M. Salahudin. Ulumul hadits. (Jawa Barat: Pustaka Setia, 1999)hal., 90-92
[3] Khusniani rafi’ah. studi ilmu hadits. (Ponorogo: hadi offset, 2010)hal.,15
[4] Muhammad Ujaj. ushul hadits.(Beirut: dar al-Fikr,tt)hal., 32
[5] M. Salahudin. Ulumul hadits. (Jawa Barat: Pustaka Setia, 1999)hal., 98
[6] Fathurrahman. Musthalahul hadits. (Bandung: al-Ma’arif,1974)hal., 29-30.
[7] A Qadir Hasan. Ilmu Mushthalah Hadits. (Bandung: Diponegoro, 1987)hal., 391
[8] http://www.abufurqan.net/12-thabaqat-periwayat-hadits/

 


DAFTAR PUSTAKA
Fathurrahman. Musthalahul Hadits. Bandung: al-Ma’arif.1974.
Hasan, Qadir. Ilmu Mushthalah Hadits. Bandung: Diponegoro. 1987.
Rafi’ah, Khusniani. Studi Ilmu Hadits. Ponorogo: hadi offset. 2010.
Salahudin, Muhammad. Ulumul Hadits. Jawa Barat: Pustaka Setia, 1999.
Ujaj, Muhammad. Ushul Hadits.Beirut: dar al-Fikr. tt.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar